Pengalaman Seorang Pedagang Hewan Qurban


Hai sahabat blog yang tetap bersemangat di tiap waktu yang dikaruniakan kepadanya, pada kesempatan ini saya akan men-posting kisah teladan. Adapun kisah atau cerita ini saya peroleh dari rekan saya ketika berkunjung ke rumah. Kisah ini menceritakan tentang pengalaman seorang pedagang hewan qurban. Berikut kisahnya, disimak ya dengan baik dan moga kita bisa mengambil sisi-sisi positif yang bisa ditiru untuk dilakukan.

 

Seorang ibu datang memperhatikan dagangan saya. Dilihat dari penampilannya sepertinya tidak akan mampu membeli. Namun tetap saya coba hampiri dan menawarkan kepada-nya,

Silahkan…, Bu…

Lantas ibu itu menunjuk salah 1 kambing termurah sambil bertanya,

Kalau yang itu berapa, Pak?”

Yang itu 700 ribu, Bu,” jawab saya.

Harga pasnya berapa?” tanya kembali si Ibu.

600 deh, harga segitu untung saya kecil, tapi biarlah…

Tapi, uang saya hanya 500 ribu, boleh ya, Pak?”, pintanya.

Waduh, saya bingung, karena itu harga modalnya, akhirnya saya berembuk dengan teman sampai akhirnya diputuskan yakni diberikan saja dengan harga itu kepada ibu tersebut.

Saya pun mengantar kambing qurban  sampai ke rumahnya. Begitu tiba di rumahnya, … Astaghfirullah…,  Allahu Akbar…, terasa menggigil seluruh badan karena melihat keadaan rumah ibu itu.

Rupanya ibu itu hanya tinggal ber-3 dgn ibunya dan puteranya di rumah gubug berlantai tanah. Saya tidak melihat tempat tidur kasur, kursi ruang tamu, apalagi perabot mewah atau barang elektronik,. Yang terlihat hanya dipan kayu beralaskan tikar dan bantal lusuh.

Di atas dipan, tertidur seorang nenek tua kurus.

“Mak…, bangun Mak,  nih … lihat saya bawa apa?” kata ibu itu kepada nenek yang sedang rebahan sampai akhirnya terbangun.

“Mak, saya sudah belikan emak kambing buat qurban, nanti kita antar ke masjid ya Mak….” kata ibu itu dengan penuh kegembiraan.

Si nenek sangat kaget, meski nampak bahagia, sambil mengelus-elus kambing, nenek itu berucap,

“Alhamdulillah…, akhirnya kesampaian juga kalau emak mau berqurban…”

“Nih Pak, uangnya, … maaf ya kalau saya nawarnya kemurahan, karena saya hanya tukang cuci di kampung sini. Saya sengaja mengumpulkan uang untuk beli kambing yang akan diniatkan buat qurban atas nama ibu saya….”, kata ibu itu

Kaki ini bergetar, dada terasa sesak, sambil menahan tetes air mata, saya berdoa,

“Ya Allah…, ampuni dosa hamba, … hamba malu berhadapan dengan hamba-Mu yang pasti lebih mulia ini, seorang yg miskin harta, namun kekayaan Imannya begitu luar biasa…”

“Pak, ini ongkos kendaraannya…”, panggil ibu itu.

”Sudah Bu, … biar ongkos kendaraanya saya yang bayar,” kata saya.

Saya cepat pergi sebelum ibu itu tahu kalau mata ini sudah basah karena tak sanggup mendapat teguran dari Allah yang sudah mempertemukan dengan hamba-Nya yang dengan kesabaran, ketabahan dan penuh keimanan ingin memuliakan orang tuanya…….

Untuk mulia ternyata tidak perlu harta berlimpah, jabatan tinggi, apalagi kekuasaan. Kita bisa belajar keikhlasan dari ibu itu untuk menggapai kemuliaan hidup. Berapa banyak diantara kita yang diberi kecukupan penghasilan, namun masih saja enggan berkurban, padahal bisa jadi harga HP, arloji, tas, atau pun aksesoris yang menempel di tubuh kita harganya jauh lebih mahal dibandingkan seekor hewan qurban. Namun selalu kita sembunyi dibalik kata “tidak mampu” atau “tidak dianggarkan”.


One response to “Pengalaman Seorang Pedagang Hewan Qurban”

Leave a Reply